Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Perang Batak 1828-1907

 

Perang Batak 1828-1907

Pasca Perang Puputan, Belanda yang sudah menguasai Bali melakukan upaya militer lagi dengan meluaskan kekuasaannya ke Sumatera bagian Utara. Berdasarkan Treaty of Sumatera 1870 yang merupakan kesepakatan antara Belanda dengan Inggris bahwa Belanda dapat menganeksasi wiilayah Sumatera, sedangkan Inggris menganeksasi wilayah Singapura sampai Semenanjung Malaya.

Upaya aneksasi wilayah Sumatera bagian utara ini berhubungan dengan konsep Politik Pax Netherlandica yaitu pembulatan negeri jajahan. Jawa, Bali, Sulawesi, dan sebagaian Sumatera sudah belanda kuasai. Dengan menganeksasi Sumatera bagian utara maka Belanda dapat menguasai seluruh darata Sumatera hingga nanti tersisa wilayah Borneo (Kalimantan). 

Kemudian perang batak ini sebenarnya dilatarbelakangi oleh penolakan oleh Raja Batak Sisingamangaraja XII atas misi Zending (penyebaran agama protestan) yang dilakukan oleh pendeta-pendeta Belanda dan Jerman di wilayah batak yang telah dikuasai oleh Belanda. Hal ini bermula dari wilayah kekuasaan Sisingamangaraja XII yang mengecil karena wilayah Tapanuli dan Taruntung telah dikuasai oleh Belanda.

Sisingamangaraja XII kemudian berusaha melakukan perlawanan untuk mencegah kekuasaanya semakin mengecil oleh ekspansi Belanda. Raja Sisingamangaraja XIII kemudian menyerang kedudukan Belanda di Tarutung. Perang berlangsung selama tujuh tahun di daerah Tapanuli Utara, seperti di Bahal Batu, Siborong-borong, Balige Laguboti dan Lumban Julu. 

Kemudian untuk membalas serangan Sisingamangaraja XII, Belanda pada tahun 1894 melancarkan serangan balasa dengan menyeran Bakkara yang merupakan pusat kedudukan dan pemerintahan Kerajaan Batak. Serangan ini berujung pada mengungsinya raja ke Dairi Pakpak.

Pada tahun 1904, pasukan Belanda, dibawah pimpinan Van Daalen dari Aceh Tengah, melanjutkan gerakannya ke Tapanuli Utara, sedangkan di Medan didatangkan pasukan lain. Pada tahun 1907, Pasukan Marsose di bawah pimpinan Kapten Hans Christoffel berhasil menangkap Boru Sagala, istri Sisingamangaraja XII serta dua orang anaknya.

Sementara itu Sisingamangaraja XII dan para pengikutnya berhasil melarikan diri ke Hutan Simsim. Ia menolak tawaran untuk menyerah, dan dalam pertempuran tanggal 17 Juni 1907, Sisingamangaraja XII gugur bersama dengan putrinya Lopian dan dua orang putranya Sutan Nagari dan Patuan Anggi. Gugurnya Sisingamangaraja XII menandai berakhirnya Perang Tapanuli.

Posting Komentar untuk "Perang Batak 1828-1907"